BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung
menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan
aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar
dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah. Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah
dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran
Induktif. Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu
peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir
pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode
ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen
dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih
dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya
dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif
tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus
sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau
pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan
kebalikan dari penalaran deduktif. Dengan demikian, untuk mendapatkan
pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama
dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian ilmiah yang
menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika
BAB
2
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PENALARAN
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari
pengamatan indera (observasi empiric) yang menghasilkan sejumlah konsep dan
pengertian.berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan berbentuk proposisi-proposisi
yang sejenis,berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap
benar,orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui.proses inilah yang disebut menalar. Ada dua metode dalam
penalaran,yaitu deduktif dan induktif. Penalaran Deduktif adalah metode
berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebihdahulu untuk seterusnya
dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus
B.
PENALARAN DEDUKTIF
Penalaran
Deduktif
Penalaran Deduktif adalah metode berpikir yang
menerapkan hal-hal yang umum terlebih
dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai
kesimpulan-kesimpulan yang spesifik
Ciri
ciri penalaran deduktif
Dimulai dari hal-hal umum, menuju kepada
hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan
kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju
kepada hal-hal yang kongkrit.
Kalimat utama terletak diawal paragraf dan
selanjutnya dibarengi oleh beberapa kalimat penjelas sebagai pendukung kalimat
utama.
Contoh:
Masyarakat
indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan
(khusus)
dan
kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup
komsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial .
C.
Penalaran Induktif
Penalaran
induktif adalah penalaran yang memberlakukan atribut-atribut khusus untuk
hal-hal yang bersifat. Penalaran ini lebih banyak berpijak pada observasi
inderawi atau empiri. Dengan kata lain penalaran induktif adalah proses
penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat individual nyata menjadi
kesimpulan yang bersifat umum.
Ciri-ciri
penalaran induktif
Menyebutkan peristiwa " khusus "
Menarik
kesimpulan berdasarkan peristiwa khusus
Kesimpulan terdapat diakhir paragraf
contoh
penalaran induktif adalah :
Premis
1 : Ayam punya mata
Premis
2 : Kucing punya mata
Premis
3 : Bebek punya mata
Premis
4 : Kuda punya mata
Konklusi
: setiap hewan punya mata
Proposisi
Pengertian
dan Contoh Proposisi
Pengolahan
Poposisi Majemuk
Hasil
penalaran majemuk ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu:
1) Tautologi;
2) Kontradiksi;
3) Kontingensi.
1.
Terjadi Tautolog
a.
Konversi;
b.
Inversi;
c.
Kontraposisi
d.
Kondisionaliti
e.
Negasi Implikasi
f.
Negasi Ekuivale
g.
De Morgan;
h.
Distribusi.
2. Terjadi Kontradiksi
Hasil
akhir salah semua dari semua kemungkinan nilai logis.
3. Terjadi Kontigensi
Hasil
akhir ada yang benar dan ada yang salah dari kemungkinan nilai logisnya.
Pengertian
Inferensi dan implikasi
Inferensi
Alwasilah
(1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman
dan Stonk bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya
kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain
mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu,
Jendra (1991:109) mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek
kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan
kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna
(semantik) (Suwito,1985:55).
Interferensi,
menurut Nababan (1984), merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat
terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa
atau dialek kedua. Senada dengan itu, Chaer dan Agustina (1995: 168)
mengemukakan bahwa interferensi adalah peristiwa penyimpangan norma dari salah
satu bahasa atau lebih.
Untuk
memantapkan pemahaman mengenai pengertian interferensi, berikut ini akan
diketengahkan pokok-pokok pikiran para ahli dibidang sisiolinguistik yang telah
mendefinisikan peristiwa ini.
Menurut
pendapat Chaer (1998:159) interferensi pertama kali digunakan oleh Weinrich
untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya
persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh
penutur yang bilingual. Interferensi mengacu pada adanya penyimpangan dalam
menggunakan suatu bahasa dengan memasukkan sistem bahasa lain.
Serpihan-serpihan klausa dari bahasa lain dalam suatu kalimat bahasa lain juga
dapat dianggap sebagai peristiwa interferensi. Sedangkan, menurut Hartman dan
Stonk dalam Chair (1998:160) interferensi terjadi sebagai akibat terbawanya
kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek
kedua.
Interferensi dalam bentuk kalimat
Interferensi
dalam bidang ini jarang terjadi. Hal ini memang perlu dihindari karena pola
struktur merupakan ciri utama kemandirian sesuatu bahasa. Misalnya, Rumahnya
ayahnya Ali yang besar sendiri di kampung itu, atau Makanan itu telah dimakan
oleh saya, atau Hal itu saya telah katakan kepadamu kemarin. Bentuk tersebut
merupakan bentuk interferensi karena sebenarnya ada padanan bentuk tersebut
yang dianggap lebih gramatikal yaitu: Rumah ayah Ali yang besar di kampung ini,
Makanan itu telah saya makan, dan Hal itu telah saya katakan kepadamu
kemarin.Terjadinya penyimpangan tersebut disebabkan karena ada padanan konteks
dari bahasa donor, misalnya: Omahe bapake Ali sing gedhe dhewe ing kampung iku,
dan seterusnya
Interferensi Semantik
Berdasarkan
bahasa resipien (penyerap) interferensi semantis dapat dibedakan menjadi,
Jika
interferensi terjadi karena bahasa resipien menyerap konsep kultural beserta
namanya dari bahasa lain, yang disebut sebagai perluasan (ekspansif). Contohnya
kata demokrasi, politik, revolusi yang berasal dari bahasa Yunani-Latin.
Yang
perlu mendapat perhatian, interferensi harus dibedakan dengan alih kode dan
campur kode. Alih kode menurut Chaer dan Agustina (1995:158) adalah peristiwa
penggantian bahasa atau ragam bahasa oleh seorang penutur karena adanya
sebab-sebab tertentu, dan dilakukan dengan sengaja. Sementara itu, campur kode
adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur bahasa yang satu ke dalam
bahasa yang lain secara konsisten. Interferensi merupakan topik dalam
sosiolinguistik yang terjadi sebagai akibat pemakaian dua bahasa atau lebih
secara bergantian oleh seorang dwibahasawan, yaitu penutur yang mengenal lebih
dari satu bahasa. Penyebab terjadinya interferensi adalah kemampuan
penutur dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga dipengaruhi oleh bahasa lain
(Chaer,1995:158). Biasanya interferensi terjadi dalam penggunaan bahasa kedua,
dan yang menginterferensi adalah bahasa pertama atau bahasa ibu
Jenis inferensi
Interferensi
merupakan gejala umum dalam sisiolinguistik yang terjadi sebagai akibat dari
kontak bahasa, yaitu penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur
yang multilingual. Hal ini merupakan suatu masalah yang menarik perhatian para ahli
bahasa. Mereka memberikan pengamatan dari sudut pandang yang berbeda beda. Dari
pengamatan para ahli tersebut timbul bermacam-macam interferensi.
Secara
umum, Ardiana (1940:14) membagi interferensi menjadi lima macam, yaitu
(1)Interferensi
kultural dapat tercermin melalui bahasa yang digunakan oleh dwibahasawan. Dalam
tuturan dwibahasawan tersebut muncul unsur-unsur asing sebagai akibat usaha
penutur untuk menyatakan fenomena atau pengalaman baru.
(2)Interferensi
semantik adalah interferensi yang terjadi dalam penggunaan kata yang mempunyai
variabel dalam suatu bahasa.
(3)
Interferensi leksikal, harus dibedakan dengan kata pinjaman. Kata pinjaman atau
integrasi telah menyatu dengan bahasa kedua, sedangkan interferensi belum dapat
diterima sebagai bagian bahasa kedua. Masuknya unsur leksikal bahasa pertama
atau bahasa asing ke dalam bahasa kedua itu bersifat mengganggu.
(4)Interferensi
fonologis mencakup intonasi, irama penjedaan dan artikulasi.
(5)
Interferensi gramatikal meliputi interferensi morfologis, fraseologis dan
sintaksis.
Implikasi
Perhatikan pernyataan berikut ini: “Jika matahari
bersinar maka udara terasa hangat”, jadi, bila kita tahu bahwa matahari
bersinar, kita juga tahu bahwa udara terasa hangat. Karena itu akan sama
artinya jika kalimat di atas kita tulis sebagai:
“Bila
matahari bersinar, udara terasa hangat”.
”Sepanjang
waktu matahari bersinar, udara terasa hangat”.
“Matahari
bersinar berimplikasi udara terasa
hangat”.
“Matahari
bersinar hanya jika udara terasa hangat”.
Berdasarkan
pernyataan diatas, maka untuk menunjukkan bahwa udara tersebut hangat adalah
cukup dengan menunjukkan bahwa matahari bersinar atau matahari bersinar
merupakan syarat cukup untuk udara terasa hangat.
Sedangkan
untuk menunjukkan bahwa matahari bersinar adalah perlu dengan menunjukkan udara
menjadi hangat atau udara terasa hangat merupakan syarat perlu bagi matahari
bersinar. Karena udara dapat menjadi hangat hanya bila matahari bersinar
Wujud Evidensi
merupakan semua fakta yang ada, semua
kesaksian, semua informasi, atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan
suatu kebenaran. Fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh digabung
dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang
paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang dimaksud dengan
data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber
tertentu.
Cara menguji data
Data
dan informasi yang digunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena
itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan
yang merupakan fakta itu siap digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini beberapa
cara yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut.
1.
Observasi
2.
Kesaksian
3.
Autoritas
Cara
menguji fakta
Untuk
menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta,
maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan penilaian
tingkat pertama untuk mendapatkan keyakitan bahwa semua bahan itu adalah fakta,
sesudah itu pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua
yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat
kesimpulan yang akan diambil.
1.
Konsistensi
2.
Koherensi
BAB
3
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari
berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penalaran dalam prosesnya
ada 2 macam yaitu penalaran Deduktif dan penalaran Induktif.
Penalaran
Deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih
dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Penalaran
Induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari
hal-hal khusus ke umum.
1.Beberapa
cara yang digunakan untuk pungujian adalah,kecuali:
a.Obeservasi
b.Kesaksian
c.Autoritas
d.Konsistensi
2
.Iterferensi yang terjadi dalam penggunaan kata yang mempunyai variabel dalam
suatu bahasa disebut
a.Interfensi
Semantik
b.Interfensi
Kultural
c.Internal
Leksikal
d.Internal
Fonologis
3.
Proses penalaran untuk manarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang
berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum disebut :
a.Penalaran
induktif
b.Penalaran
deduktif
c.Penalaran
reduktif
d.Penalaran
nonaktif
4.Bahan
keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu disebut
a.Data
b.Wujud
c.Evidensi
d.Proposisi
5.Hasil
penalaran majemuk ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi, kecuali :
a.Tautologi;
b.Kontradiksi;
c.Kontingensi.
d.Metodologi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar